Cyber Media
Call Warta: 2981039
Kemampuan berbahasa Inggris menjadi suatu nilai yang mulai wajib dimiliki generasi muda untuk mengikuti arus era globalisasi saat ini. Tak sekedar mampu, keberanian berbicara dan mengungkapkan pandangan pun menjadi nilai lain yang perlu diasah. Sejalan dengan hal tersebut, Ubaya bersama Ditjen Kerjasama ASEAN dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengadakan Public Speaking Contest pada 3-4 Juni bertempat di perpustakaan lantai V.
Dibuka oleh Prof Drs ec Wibisono Hardjopranoto MS, rektor Ubaya ini menyambut langsung kedatangan para undangan beserta para peserta yang berasal dari berbagai universitas di Jawa Timur. Dalam pembukaannya, disampaikan pentingnya kemampuan berbahasa sebagai suatu alat penting memasuki dunia keilmuan. “Bahasa juga yang membedakan kita dengan makhluk ciptaan lainnya, sebab bahasa adalah suatu budaya yang hanya dimiliki manusia,” terang Prof Wibi. Kerjasama yang baik ini pun diwujudkan dengan pemberian tali asih dari Ubaya pada Kemenlu yang diwakili oleh Prof Wibisono dan Elly Hernawati SH MHum selaku dekan FH Ubaya. “Semoga kerjasama yang baik ini tetap terbina dan terus berkembang,” lanjut Prof Wibi.
Tanpa berlama-lama, 56 peserta pun segera dibagi dalam dua panel penilaian yaitu di perpustakaan lantai V dan auditorium FH. Dalam babak tersebut, tiap peserta akan dinilai satu per satu oleh tiga orang juri. “Dalam hal penjurian, Ubaya memutuskan untuk tidak terlibat. Untuk subjektivitas saja, sebab mahasiswa Ubaya juga ada yang berpartisipasi,” ungkap Soetrisno SH M Hum, WD II FH sekaligus ketua panitia kegiatan tersebut. Juri yang dihadirkan pun adalah para ahli di bidangnya yang berasal dari pihak Kemenlu, wakil Dikmen Kota Surabaya, serta wakil dari Universitas Negeri Jogjakarta dan Universitas Atmajaya.
Bertemakan seputar ASEAN, materi yang akan dibawa oleh peserta dalam penampilannya tentu tak lepas dari isu hangat yang sedang terjadi dalam organisasi regional di kawasan Asia Tenggara tersebut. “Kegiatan ini juga menjadi suatu bentuk sosialisasi dari Kemenlu tentang pembentukan masyarakat ASEAN. Kontes ini menjadi suatu alat integrasi yang sangat baik tentunya,” pungkas Tris, sapaan akrab Soetrisno. Memang, kontes tersebut bisa menjadi ajang mengekspresikan kemampuan berbahasa Inggris serta mengajak peserta untuk mengerti peran generasi muda dalam rangka mempersiapkan terbentuknya masyarakat ASEAN di Indonesia. Awalnya, rencana tersebut baru diagendakan pada 2020. Namun sesuai KTT ASEAN XII, realisasinya dimajukan pada 2015. ”Karena lebih cepat, sosialisasi pada masyarakat pun harus lebih efektif,” imbuhnya.
Babak final pada hari kedua menyisakan sepuluh peserta terbaik untuk memperebutkan posisi juara. ”Saya terkesan dengan para peserta yang sudah menampilkan kemampuan terbaik mereka. Namun, tetap jangan mudah berpuas diri. Jalan menjadi seorang public speaker handal masih sangat panjang,” tegas Adek Triana Yudhaswari SH MA, ketua juri sekaligus wakil dari Kemenlu. Hal tersebut diungkapkan karena para juri mengaku cukup kesulitan menentukan siapa yang paling pantas menyandang gelar juara. Namun akhirnya secara berurutan posisi juara I diraih M. Reza Widodo dari Unair, runner-up direbut Anthony Chandra dari UPH, juara III diduduki Donny Bagus Prasetya dari Unair, dan juara harapan jatuh pada Jo Monteiro dari Narotama. ”Semoga para peserta bisa mensosialisasikan seputar ASEAN pada orang di sekitar agar Indonesia tak hanya menjadi penonton saja dalam perkembangan ASEAN nanti,” harap Adek. (mei)