Cyber Media
Call Warta: 2981039
Berlatar belakang untuk menambah softskill dan pengabdian pada masyarakat, fakultas Psikologi Ubaya mengadakan psychology for disaster. Melalui kegiatan ini dihasilkan penelitian-penelitian yang telah dipublikasi, artikel, dan bahkan dua buku ber-ISBN.
Kegiatan tahunan ini diadakan sejak Merapi meletus tahun 2010 lalu sampai sekarang dan bertempat di daerah bencana Srumbung Magelang dan pemulihan Pasca Bencana Merapi di Shelter Gondang satu Wukirsari Cangkringan Sleman. Shelter Gondang satu merupakan tempat pengungsian warga Dusun Kaliadem, Jambu, dan Petung. “Dusun-dusun ini letaknya paling dekat dengan Merapi sehingga kondisinya pun paling parah dan tidak bisa ditinggali lagi,” tutur Listyo Yuwanto salah satu dosen yang terlibat.
Selain Listyo, dosen-dosen yang selama ini terlibat dalam program ini adalah Kristianto Batuadji, Nadia Sutanto, Ide Bagus Siaputra, dan Hari K. Lasmono. Dalam program ini terdapat unsur kesehatan, pendidikan dan ekonomi. “Di unsur kesehatan, kami lebih menangani kesehatan psikologis terutama lansia, pendidikan di Paud dan memberikan penyuluhan berwirausaha dalam unsur ekonomi,” sambungnya.
Melihat kejadian sebelumnya, keterampilan guru Paud untuk pendidikan karakter dirasa belum disentuh. “Setelah saya melihat keadaan sebelumnya, saya lebih miris pada lansia dan Paud. Di Paud sendiri, banyak guru yang mrotol. Kondisi psikologis yang tidak nyaman dapat menjadi faktor hilangnya semangat untuk mengajar setelah terkena bencana,” ujarnya.
Oktober 2011 lalu dibuatlah salah satu program social stories dengan boneka berkaitan pendidikan karakter. Media yang dibutuhkan adalah boneka tangan. Namun, pada saat itu dana dari fakultas dan dana pribadi telah terkuras jadi diputuskan untuk meminjam boneka ke suatu lembaga. Tetapi lembaga tersebut tidak mengijinkan. “Akhirnya kami tetap menggunakan dana pribadi dan patungan dengan alumni dan mahasiswa yang terlibat untuk menjalankan program,” kenangnya.
Kecewa? Sudah pasti. Tapi dibalik itu semua ada jalan keluar yang bisa ditempuh. “Saya pernah ke rumah salah satu anggota sekretariat dan kebetulan ia sedang main jatilan dan wayang kulit,” katanya.
Akhirnya muncullah ide untuk memakai wayang sebagai pengganti boneka. Ide ini kemudian diajukan ke kompetisi dana hibah Tanoto Foundation. ”Syukur menang sehingga program mendapatkan dana. Secara tidak langsung, kami telah menggunakan sumber daya asli Indonesia atau konsep indigenous psychology,” tutupnya. (az/wu)