Cyber Media
Call Warta: 2981039
Banyak persepsi dari masyarakat bahwa merokok adalah kebiasaan. Faktanya, percaya atau tidak, ini hanyalah mitos. Fakta menunjukkan, merokok adalah candu yang merusak tubuh. Dokter-dokter pun banyak menggambarkan bahwa merokok adalah kondisi medis yang kronis bahkan sangat membahayakan kesehatan dari sisi medis. Perlu disadari pula bahwa zat yang terkandung di dalamnya bisa mengancam kesehatan.
“Rokok terdiri dari ratusan bahan aktif yang bisa meracuni tubuh. Bahan aktif utama yang paling keras adalah tar dan nikotin,” tegas dr Astari Rahayuningtyas. Tar adalah racun yang mampu menyebabkan bibit kanker sedangkan nikotin adalah bahan yang mengandung zat adiktif yang membuat ketagihan. Bahaya tersebut akhirnya banyak diabaikan sebab saat zat tersebut mengalir ke darah ada dopamin yang menyebabkan rasa senang dan tenang sesaat. Efek tambahan adiktif inilah membuat banyak orang terbelenggu oleh rokok.
Dr Astari menjelaskan bahwa awalnya asap rokok dihisap masuk melalui rongga pernafasan, kemudian racun yang terkadung disalurkan ke paru-paru dan nantinya akan dialirkan dalam darah. “Penumpukan di rongga mulut akan menyebabkan kanker mulut, sedangkan penumpukan di paru-paru dapat menginfeksi paru-paru. Racun-racun yang terbawa oleh darah dapat mempengaruhi jantung, usus, liver, kandung kemih, dan organ-organ lainnya,” paparnya.
Biasanya, tanda-tanda mulai menyebarnya racun dapat terlihat ketika perokok mengalami batuk-batuk dan sesak nafas. “Ketika seseorang sudah merokok lebih dari lima tahun, biasanya muncul gangguan-gangguan lain pada saluran pernapasan dan kemungkinan adanya bibit kanker pada nasofaring (kerongkongan), paru-paru, dan kandung kemih,” jelas dokter klinik Ubaya ini.
Menurutnya, kebiasaan merokok adalah penyakit yang dapat disebut dengan lifestyle disease. Penderitanya akan sulit disembuhkan bila tidak ada kesadaran untuk mengubah pola hidup dengan kebiasaaan hidup sehat. “Memang sudah ada obat-obatan yang mendukung tetapi efeknya masih kecil. Tekad bulat dan kesadaran yang tinggi mutlak diperlukan,” tutur dokter ramah ini.
Para perokok pasif juga diingatkan untuk menggunakan masker terutama bagi ibu-ibu yang sedang berada dalam masa kehamilan dan menyusui karena bisa berdampak pada sang buah hati. Bahkan, dampaknya bisa mencapai dua hingga tiga kali lipat dari perokok aktif. Meski tak terkena efek candu, perokok pasif tetap memiliki resiko penyakit yang sama karena juga menghisap asapnya. “Tubuhnya memang hanya menyerap sepertiga atau seperempat asap dan menghembuskannya lagi bersama gas CO2, itulah mengapa perokok pasif juga wajib waspada,” jelas Astari. (gun/wu)