Cyber Media
Call Warta: 2981039
Sejak keputusan mengenai kebijakan Dikti mengenai pembuatan jurnal ilmiah ini keluar, tidak semua dosen maupun mahasiswa/i yang setuju mengenai hal tersebut, begitu pula Drs ec Sujoko Efferin MCom(Hons) MA PhD. Dosen yang juga menjadi Ketua Program Studi Magister Akuntansi Ubaya ini berpendapat, “Untuk lulusan S1 dan S2 itu tidak bisa dituntut untuk sudah punya publikasi, memang kalau yang S3 itu wajib. Tentunya publikasi itu adalah publikasi yang berbobot secara akademik dan bisa membuat pemikiran baru.”
Sujoko menganggap bahwa untuk melahirkan sebuah Jurnal Ilmiah yang berbobot membutuhkan kesadaran tinggi dari mahasiswa itu sendiri dan telah disetujui dosen pembimbing. “Dosen pembimbing pun belum tentu mau mendampingi sembarang mahasiswa untuk membuat jurnal ilmiah, selain menguras waktu yang cukup lama, proses pembuatan jurnal ilmiah dapat menguras banyak tenaga dari mahasiswa maupun dosen pembimbing sendiri,” paparnya.
Untuk membuat jurnal ilmiah yang dapat dipublikasikan, Sujoko mengungkapkan mahasiswa harus memenuhi beberapa kriteria. Mulai dari minat mahasiswa dalam membuat jurnal. Kemudian topik yang diangkat harus topik yang memang berkompetensi untuk memberikan kontribusi keilmuan secara signifikan.
Selain itu, harus ada kecocokan riset impress bidang minat penelitian si dosen dengan topik yang diajukan oleh mahasiswa. Dari segi jurnal yang dapat dipublikasi harus telah diakreditasi nasional, dan untuk bisa terakreditasi nasional saja harus menunggu sampai setahun. “Memang dengan adanya kebijakan pembuatan jurnal ilmiah itu bagus, tapi itu tidak bisa menjadi penentu kelulusan” ucapnya menambahkan.
Sujoko mengatakan bahwa akan lebih baik bila mekanisme dalam menentukan kualitas lulusan perguruan tinggi tetap berada dibawah mekanisme masyarakat, perusahaan, maupun pasar penyerap tenaga kerja. “Biarkanlah mekanisme seleksi yang sudah ada selama ini lebih diberdayakan, sehingga mekanisme seleksi pasar bisa menjadi lebih kuat lagi, bukan dengan cara interprensi tapi dengan cara pemberdayaan mekanisme alami yang sudah ada,” tutupnya.(csh/wu)