Cyber Media
Call Warta: 2981039
Tak terasa bulan Ramadhan 1434 H. telah dilewati oleh umat muslim. Mereka telah menahan lapar, dahaga dan hawa nafsu selama satu bulan penuh. Banyak kegiatan agama yang dilakukan dalam rangka menggapai pahala dan keberkahan di bulan yang suci ini. Namun, secara jujur masih sedikit sekali yang paham makna dan hakekat bulan Ramadhan yang sesungguhnya. Pada edisi kali ini, Warta Ubaya akan mengupasnya..
Penghulu Seluruh Bulan
Menurut pandangan Islam, Ramadhan adalah syaidis syuhur yang berarti penghulu dari seluruh bulan yang ada. Bulan ramadhan sangat berbeda dengan bulan-bulan yang lain karena sesungguhnya kasih sayang Allah, semua kebaikan, do’a yang di kabulkan, Taubat yang di terima, pahala yang brlipat ganda dan ampunan Allah dapat di raih dengan mudah di bulan ini.
Kembali Seperti Bayi yang Baru Lahir
Setiap bulan Ramadhan, umat Islam diwajibkan menjalankan Ibadah puasa selama sebulan penuh. Dalam bahasa Arab, puasa di sebut juga dengan “ As-shiyam” yang berarti “menjaga”. Kata menjaga sendiri bermakna menjaga diri dari makan dan minum, hawa nafsu, perkataan kotor, sifat iri/dengki, dan yang sejenisnya. Puasa juga sebagai sarana yang terbaik untuk totalitas mendekatkan diri kepada Sang Pencpita dalam rangka menjadi Insan Kamil menuju derajat yang tertinggi di sisi Allah SWT. Yakni Muttaqin (manusia yang bertaqwa). Bermanfaat bagi Agama, Nusa dan Bangsa dalam keberagaman hidup. “Apabila ada manusia usianya diberi kesempatan oleh Allah masuk dalam bulan Ramadhan, maka manusia tersebut dikategorikan sebagai manusia-manusia pilihan Allah SWT. karena hanya dengan satu bulan ini saja apabila mampu melaksanakan dengan penuh optimal dan tingkat kemaksimalan A’maliyah dan Ibadah kepada Allah serta di imbangi hubungan kepada sesama manusia dengan baik, maka dia keluar Ramadhan akan kembali seperti bayi yang baru lahir atau kembali fitrah dengan catatan tidak mengulang kesalahan yang dahulu,” ungkap Drs. H. Ali Fauzi Shahib, MSi. selaku ketua Pokja Dosen Agama Islam Departemen MKU.
Beragam Tradisi Warnai Hari nan Fitri
Di negara kita, hari raya Idul Fitri juga ditandai dengan tradisi yang tidak ada di negara-nagara lain, seperti kebiasaan pulang kampung besar-besaran (mudik), pakaian baru, hidangan spesial dan silaturahmi kepada orang tua serta kerabat dekat yang biasanya dilaksanakan pada hari H sampai habisnya bulan syawal. Mudik merupakan tradisi yang baik dan patut dilestarikan di negara kita, sepanjang adat itu tidak bertentangan dengan agama, maka tetap mendapatkan nilai pahala dari AllahSWT. karena dimaksudkan untuk melaksanakan perintah Rasulullah yakni bershilaturrahiim (menyambung kasih sayang) sebagai bentuk hubungan horisontal degan sesama manusia sekaligus sebagai keseimbangan satu bulan penuh lebih banyak berkonsentrasi melaksanakan hubungan vertikal dengan Allah SWT.
Pakaian baru bukan merupakan suatu keharusan, tetapi dengan pakaian baru harus mencerminkan hati yang baru dan peningkatan kualitas Taqwa. “Sebenarnya, sah-sah saja memakai pakaian baru di Idul Fitri tetapi dengan pakaian baru harus tercermin hati yang baru juga yaitu muslim yang iman dan taqwanya bertambah mantap. Begitu juga dengan tradisi mudik, seyogyanya mereka yang mudik juga diimbangi dengan melaksanakan Ramadlan dengan baik dan bermakna, bukan mudik yang hanya seremonial dan ikut-ikutan belaka ,” tutur pria asal Gresik ini.
Marhaban Yaa Ramadhan
Itulah ucapan yang dipakai oleh para ulama ketika menyambut bulan Ramadhan. Ucapan yang berarti selamat datang bulan Ramadhan tersebut merupakan salah satu bentuk syukur umat Islam atas datangnya bulan kesembilan dalam kalender Hijriyah ini. “Dalam Ramadhan, umat Islam dimudahkan dalam mencari pahala sebanyak-banyaknya, walaupun ‘perjalanan’ di bulan ini akan penuh godaan hawa nafsu,” ungkap Ust Fadjar Shiddiq. Menjabat sebagai anggota Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM) Al Ikhwan, ia menuturkan bahwa godaan tersebut selama berpuasa ataupun ketika melaksanakan ibadah lainnya, untuk mengatasinya ialah dengan niat. “Dengan niat yang benar dan ikhlas maka Insya Allah akan didapatkan ketaqwaan kita. Amin,” tambahnya.
Tanggalkan Kesyirikan Agar Ibadah Kita Tak Sia-sia
Jika umat Islam mempunyai resolusi ketika bulan Ramadhan untuk melaksanakan kegiatan keagamaan yang sebelumnya belum tercapai, maka pegang teguh terus resolusi tersebut. “Sebab bukti kesuksesan meraih kebaikan bulan Ramadhan akan terlihat setelah bulan tersebut. Apakah resolusi yang ia lakukan dilanjutkan tidak, kembali bermaksiat atau tidak, semua akan terlihat buktinya,” jelas bapak dua anak ini. Ia menghimbau agar menghilangkan segala kesyirikan dan iri hati terhadap sesama ? keluarga, kerabat, atau teman ? untuk saling memaafkan. Tanpa tersadar kita selalu memiliki kesyirikan (syirik taat, ibadah, dan perbuatan), maka setelah bulan Ramadhan hendaknya selaku umat Islam mari tinggalkan hal tersebut. “Dengan keikhlasan dan kejujuran, mari tinggalkan kesyirikan tersebut agar amal ibadah dan perbuatan kita tidak menjadi sia-sia,” pesannya. (zah, nif)