Cyber Media
Call Warta: 2981039
Dakon, gundu, lompat tali, dan petak umpet. Masih ingat permainan-permainan yang sempat mengisi kenangan masa kecil kita tersebut? Nah, kini bandingkan dengan zaman sekarang dimana teknologi kian canggih dan merambah di seluruh kalangan masyarakat. Lihat saja sekeliling kita, keceriaan yang biasanya muncul di wajah anak-anak saat bermain bersama teman-temannya telah terganti dengan tatapan serius pada segenggam gadget dan Ipad di tangan mereka.
Menanggapi keadaan tersebut, Kelompok Bermain Sanggar Kreativitas (SK) sebagai salah satu divisi pendidikan di bawah naungan Pusat Konsultasi dan Layanan Psikologi (PKLP) Ubaya, hadir untuk melayani anak-anak berusia 2-4 tahun mencoba menjelaskan seputar permainan yang ideal bagi anak-anak. “Bagi anak-anak usia dini, bermain adalah sarana untuk belajar, atau dengan kata lain anak-anak belajar melalui bermain,” ujar Shinta Oktaviani selaku Kepala Divisi SK. Melalui bermain baik indoor maupun outdoor perkembangan kognitif-bahasa, emosi, psikososial, dan motorik mereka akan lebih berkembang.
Lebih jelasnya, Kepala Sekolah SK ini memaparkan filosofi pola permainan tradisional dan modern. Pada dasarnya, permainan tradisional biasanya dilakukan di ruang terbuka secara bersama-sama atau berkelompok serta banyak melibatkan sistem sensorik. Sebaliknya, permainan modern biasanya dilakukan dalam ruangan tertutup secara individual dengan posisi tubuh cenderung statis dan minim input sensorik.
Beberapa kegiatan yang dilakukan di SK sendiri juga memperkenalkan permainan tradisional. Anak-anak biasanya diajak untuk bermain indoor dan outdoor untuk pengenalan lingkungan alam. “Melalui permainan, anak akan berinteraksi dengan teman-temannya. Selain itu anak bisa belajar untuk mengenal aturan, berempati, dan belajar bersabar melalui sistem giliran yang diterapkan,” papar Shinta.
Di SK sendiri kegiatan outdoor learning dilakukan tiga bulan sekali, dalam bentuk kegiatan keluar sekolah seperti outbound maupun aktivitas mengunjungi suatu tempat, sedangkan untuk di lingkungan sekolah hampir setiap minggu sesuai dengan tema yang diajarkan. Shinta menjelaskan bahwa melalui berbagai kegiatan tersebut, dapat mendekatkan anak-anak pada alam dan menstimulasi keterampilan dan indera mereka, seperti menanam dan menyiram tanaman.
Secara pribadi, Shinta pun mengakui bahwa permainan tradisional lebih banyak membawa manfaat bagi anak-anak usia dini. Namun hal tersebut bukan berarti bahwa sistem teknologi sama sekali tidak digunakan dalam pembelajaran di SK. “Kita memang tidak dapat membendung teknologi yang berkembang semakin pesat dan canggih. Namun jangan sampai kita dikuasai oleh teknologi, sebaliknya kitalah yang harus menguasai teknologi tersebut dengan cara yang benar dan tujuan yang bermanfaat,” pesannya. (syn, gk)