Cyber Media
Call Warta: 2981039
Harga terjangkau, rasa menggoda, tampilan menarik, mungkin menjadi daya tarik tersendiri dari street snack. Namun, bagaimana sebenarnya eksistensi makanan ini di mata seorang dokter? Berikut wawancara dengan Dr Astari mengenai street snack…
WU: “Makanan atau minuman apa saja yang tergolong street snack?”
Dr Astari: “Ada banyak sebenarnya, namun yang umum ditemukan antara lain pentol, jajan pasar, tempura, bakso, gorengan, minuman tebu, kelapa muda, dll.”
WU: “Bagaimana pendapat dokter mengenai proses pembuatan street snack?”
Dr Astari: “Sebagian besar proses pembuatan street snack biasa dibuat di tempat secara langsung. Ini menimbulkan beberapa masalah terutama pada penggunaan bahan mentah atau bahan tinggal pakai. Tidak ada jaminan mengenai kebersihan atau kesegarannya, apalagi yang dibuat di pinggir jalan dimana banyak kendaraan lalu lalang dan debu-debu bertebangan.”
WU: “Lantas, bagaimana kualitas dari makanan yang dihasilkan?”
Dr Astari: “Bagi saya sendiri kurang bersih karena kebanyakan street snack dibuat di tepi jalan dan tidak ditutup sehingga dari segi higienitasnya kurang terjamin. Kalau untuk kualitas rasa tergantung selera masing-masing orang.”
WU: “Adakah dampak khusus yang bisa terjadi pada tubuh?”
Dr Astari: “Menurut saya tergantung bahan yang digunakan. Terkait higienitas, sebagian street snack kebersihannya kurang terjamin sehingga dapat menyebabkan penyakit saluran pencernaan seperti diare, muntaber, disentri dan penyebar tifus. Kalau dari segi bahan yang digunakan, sebagian bahan-bahan yang digunakan biasanya mengandung zat-zat yang berbahaya bagi tubuh. Sehingga lebih banyak dampak negatif dari pada positif.”
WU: “Adakah hubungan antara mengonsumsi street snack dengan prestige?”
Dr Astari: “Kalau gengsi menurut saya tidak ada karena zaman sekarang dari anak TK sampai yang sudah bekerja, dari yang naik sepeda sampai yang naik mobil semua pasti pernah jajan di pinggir jalan. Tetapi bila seseorang memperhatikan kesehatan tubuhnya maka pasti ada pertimbangan tersendiri untuk jajan di pinggir jalan.”
WU: “Terima kasih, Dok atas waktunya.”
Dr Astari: “Sama-sama.” (nef/wu)