Cyber Media
Call Warta: 2981039
Sudah bukan hal baru jika harga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Keputusan menaikkan harga ini dipengaruhi kenaikan harga minyak mentah dunia. Dengan menaikkan harga, pemerintah berharap anggaran negara tidak membengkak karena harus menanggung subsidi. \"Kenaikan BBM untuk siapa?\" Demikian pertanyaan yang muncul saat pemerintah akan menaikkan harga BBM subsidi sebesar Rp 1.500,- per liter.
Reaksi masyarakat sendiri sudah dapat ditebak, demo dimana-mana memprotes kenaikan BBM. Di Makassar misalnya, sejumlah mahasiswa menyandera mobil tanki milik pertamina saat berunjukrasa. Belum lagi peredaran uang palsu (upal) yang terjadi di sejumlah SPBU. Ditambah dengan penimbunan BBM yang marak terjadi.
Naiknya harga BBM tentu akan berdampak pada naiknya tarif angkutan umum dan juga harga-harga kebutuhan pokok. Kabar baiknya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dahlan Iskan, memastikan Tarif Dasar Listrik (TDL) tidak akan naik. Meskipun begitu kebijakan menaikkan BBM tetap dirasa berat oleh sejumlah lapisan masyarakat. Pasalnya, anggaran ongkos transportasi bagi masyarakat menengah ke bawah adalah pengeluaran terbesar setelah kebutuhan pangan. Belum lagi pemilik kendaraan bermotor yang harus menempuh perjalanan cukup jauh.
Naiknya harga BBM bukan tanpa alasan. Sebenarnya kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM dianggap sudah cukup tepat ketimbang harus melakukan impor seperti usulan salah satu partai koalisi. Hanya saja stigma negatif dalam masyarakat sulit dihilangkan. Seorang kawan yang menetap di Seattle, Washington malah menganggap BBM di Indonesia masih terjangkau. Bagaimana tidak, di negara Paman Sam tersebut harga bensin paling murah mencapai $3,79 per gallon dengan kapasitas per gallon 3,76 liter. Jika dihitung-hitung, harga satu liter kurang lebih setara dua puluh ribu rupiah. Bandingkan dengan kenaikan harga BBM di Indonesia yang nantinya akan menjadi enam ribu rupiah, cukup murah bukan?
Lalu, bagaimana seharusnya kita menyikapi kebijakan yang dianggap merugikan rakyat terutama kalangan menengah ke bawah tersebut? Alternatif pertama yang sudah mulai banyak dilakukan adalah mengganti BBM dengan BBG atau Bahan Bakar Gas. Tapi sayangnya keberadaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) di Indonesia masih minim. Alternatif lain yaitu bike to work yang juga sudah dilakukan beberapa warga ibukota maupun Surabaya. Selain lebih hemat, badan juga menjadi lebih sehat. (tif, bbs/wu)