Cyber Media
Call Warta: 2981039
Membahas film 3D, kurang afdol rasanya bila tidak bertanya langsung pada Budi Hendarto, seorang VFX (Visual Effect) Artist dari ifw (Infinite Framework). Pria yang bekerja di salah satu studio animasi 3D di Batam ini sudah empat tahun menggelutinya. Sesekali, Ia juga dipercayakan menangani animasi secara general sembari menunggu project berikutnya. Sebelumnya, Budi berprofesi sebagai Desainer Grafis lalu menjadi Animator 3D selama kurang lebih setengah tahun sebelum menekuni bidang keahliannya saat ini.
Budi menerangkan bahwa dunia 3D adalah bidang yang menjanjikan. Karena ilmu yang ada di dalamnya tidak ada habisnya untuk dipelajari. “Terlebih dalam bidang visual effect banyak sekali tantangannya. Tidak ada habisnya untuk dipelajari bahkan seumur hidup sekalipun,” ucapnya dengan antusias.
Lalu, bapak satu anak ini menunjukkan portfolionya lewat laptop. Di dalamnya, banyak sekali hal yang menarik seperti efek debu, air mancur, hingga jejak kaki yang tertinggal pada tanah yang becek. Lebih menarik lagi, ada visual effect yang diaplikasikan pada dunia nyata. Salah satunya adalah potongan adegan ketika seseorang dipukul dan meninggalkan bekas luka di wajahnya. “Walau tidak lebih dari dua detik, adegan tersebut terlihat nyata,” ungkapnya.
Mengenai film dengan efek 3D, pria kelahiran Surabaya ini menjelaskan bahwa prinsip pengerjaannya tidak berbeda dengan film pada umumnya. Namun, berbeda pada jumlah kamera yang dipakai pada satu shot. Film berefek 3D memakai dua kamera, yaitu pada sisi kiri dan kanan. Beberapa Software 3D versi terbaru pun sudah memberikan fitur ini, misalkan Autodesk Maya 2010.
“Hasilnya tidak berbeda seperti kita melihat sesuatu dengan satu mata tertutup,” ujarnya. Dipadukan pula dengan penggunaan kacamata khusus, membuat seolah-olah melihat film tersebut sebelah mata di saat yang sama. “Disitulah mengapa kita bisa merasakan benda yang dilemparkan seolah-olah berada tepat di depan kita,” terangnya. Jika tidak menggunakan kacamata khusus tersebut maka, movie tersebut terlihat seperti mbayang atau lebih dikenal dengan istilah ghosting. Dalam pengerjaannya juga memakai kacamata yang sama untuk mengecek ketepatan depthnya.
Budi pun yakin bahwa film-film yang ada nantinya akan menuju ke arah 3D. Hal ini terbukti lewat maraknya LCD TV dan monitor berteknologi HD yang sebagian sudah mendukung efek 3D. Meski begitu, penyedia layanan service tersebut agaknya belum optimal di Indonesia. “Studio, tempat saya bekerja sudah mulai bergerak ke arah sana. Tinggal menunggu waktu saja,” tutupnya. (voc)