Cyber Media
Call Warta: 2981039
Inovasi teknologi seolah tak pernah ada matinya. Salah satunya, di bidang perfilman. Dengan suguhan film yang seolah-olah nyata, penonton turut terbawa dalam bagian film. Itulah film 3D yang begitu booming saat ini. Lalu, bagaimana tanggapan Kristianto Batuadi, ahli psikologi klinis mengenai ngetrennya film 3D ini. Pengaruh apa saja yang bisa ditimbulkan dari film 3D?
Kristianto menjelaskan bahwa seringkali film 3D dianggap sebagai film kartun. “Hal inilah, membuat pengawasan orang tua berkurang,” tuturnya. Padahal sekarang, variasai genre film 3D sudah banyak, contohnya film tentang kekerasan. Hal tersebut menjadi kurang baik ditonton bagi kalangan anak-anak. “Sebaiknya sebelum beredar, film 3D harus dilakukan penyeleksian lulus sensor,” terangnya.
Selain itu, film 3D juga harus diberi batasan umur bagi pentoton. Tujuan pembatasan itu dikarenakan anak-anak memiliki sifat cenderung suka meniru. “Sangat berbahaya bila anak-anak melihat film kekerasan. Beda dengan remaja yang sudah bisa menilai dan berpikir,” paparnya.
Baik film 3D maupun biasa, Kristianto mempunyai angan-angan agar film yang dibuat mengandung nilai, bisa dipetik dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari pada anak-anak. Sedangkan bagi remaja, sebaiknya membuat film yang membangun dalam pencarian jati diri. “Judul film yang dibuat lebih profokatif dengan cerita edukatif, juga bisa merangsang kreatifitas para penonton dan pembuatnya,” tutupnya. (drw)