Cyber Media
Call Warta: 2981039
“Santai bos,” sapa pemilik Bakso Pepeng kepada pelanggannya yang mampir. Sapaan bernada friendly tersebut dilanjutkan dengan mempersilahkan pelanggannya mengisi sendiri mangkuknya. “Wis santai ae bos. Ambil sendiri ya,” ucapnya dengan keramahan yang selalu diberikan untuk pengunjungnya. Keramahan inilah yang menjadi keunikan bagi Bakso Pepeng.
Mulai 10.30, dua bersaudara Pepeng dan Pipin membuka warung baksonya di kawasan Tenggilis Mejoyo. Keramahan yang ada tidak kalah unik dengan penyajian baksonya. Pelanggan bisa mengambil sendiri mie dan sayuran yang ada. Tidak hanya itu, dua bersaudara dari Bojonegoro ini mempercayai betul pelanggannya. Sehingga seringkali pelanggan diminta menghitung sendiri berapa uang yang harus mereka bayarkan.
Melihat usahanya yang laris saat ini, tidak membuat Pepeng melupakan perjuangannya dalam merintis usaha baksonya ini. Dikenangnya, ketika itu sekitar tahun 2005, ia masih berjualan bakso dengan berkeliling. “Itupun saya masih ikut orang, jadi pendapatan saya terbatas,” kenangnya.
Pendapatan yang didapat digunakan pria penghobi sepak bola ini sebagai modal untuk bereksperimen membuat racikan bumbu yang benar-benar pas. Untuk menemukan racikan bumbu yang pas, seringkali ia juga menanyakan kepada pelanggan perempuannya yang rata-rata mahasiswi “Nik, gimana rasane baksoku ?” ucapnya meniru gaya pertanyaannya lima tahun lalu. Sampai suatu ketika pelanggannya kembali lagi besok, disitulah Pepeng tahu bahwa racikan bumbunya sudah benar-benar pas.
Jiwa kewirausahaannya memang patut diacungi jempol. Pasalnya, dia menggunakan kesempatan kerja tersebut untuk belajar. Maka dari itu tak lebih dari dua minggu, pria yang dikenal dengan moto “santai” ini sudah membuka tempat usahanya sendiri. Ketika itu adiknya, Pipin masih belum menemaninya. Ia masih berprofesi sebagai pengusaha tahu di kota kelahirannya. Ketika penjualan tahunya menipis, ia membantu usaha kakaknya hingga saat ini.
Usahanya yang laris manis ini bukan berarti tidak memiliki kendala. Diakuinya, keadaan ekonomi saat ini membuat keuntungannya menipis. Hal ini dikarenakan harga bahan-bahan yang selalu naik, sedangkan harga jualnya tetap. “Harga lombok kan juga sempat naik, untung sekarang sudah mulai turun lagi,” ujarnya.
Ketika ditanya harapan ke depan, pria yang sudah dikaruniai dua anak ini berharap agar usahanya bisa berkembang. “Kalau modalnya sudah terkumpul, ketika pulang kampung nanti saya ingin mencoba membuka usaha lain,” ucapnya dengan nada yakin. (voc)