Warta
UBAYA
02-04-2025
Cyber Media
Detil Edisi Cetak dengan Rubrik :Seputar Kampus
- Dampak Pemilu bagi Perekonomian Rakyat
MKU Ubaya pada 30 November 2010 lalu kedatangan tamu istimewa. Salah satu hakim Mahkamah Konstitusi RI, Dr H Harjono, SH, MCL dan Jendral (Purn) Wiranto, ketua umum Dewan Pembina DPP Partai Hanura datang sebagai pembicara dalam diskusi panel tersebut.
Dengan mengangkat tema “Dampak Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah terhadap Perekonomian Rakyat di Jawa Timur” berlangsung di auditorium FH. Hadir pula Ahmad Zafrullah TN, dosen FBE Ubaya dan Ananta Yudiarso, SSos, MSi, dosen FP Ubaya. Bertindak sebagai pembahas yaitu Prof Dr L Dyson P, MA dan Drs Haryadi, MSi, dosen FISIP Unair, dengan Hj Hesti Armiwulan, SH, MHum sebagai moderator.
Acara rutin tahunan sebagai forum bedah konstitusi ini adalah bentuk kepedulian Ubaya dalam menyikapi fenomena masyarakat. Fenomena yang sedang marak adalah mengenai politik uang, pilkada yang diadakan seringkali tidak berjalan seharusnya, bahkan banyak isu mengenai pemborosan dana keuangan negara untuk pesta demokrasi di Indonesia. Seperti, “Serangan fajar” sudah bukan hal biasa lagi dalam pesta pemilu di Indonesia. Bahkan di Irian, pemilihan calon yang dipilih didiskusikan terlebih dahulu oleh kepala sukunya. Pemilu tidak lagi bersifat rahasia di daerah tersebut.
Seiring orde reformasi yang terjadi, konstitusi di Indonesia menjadi lebih terbuka dan memberikan ruang pada rakyat. Yang perlu digarisbawahi, pemilu yang memang membutuhkan partisipasi rakyat apakah betul sudah berdampak pada kesejahteraan rakyat?
Tidak semua pemilu berdampak buruk bagi perekonomian rakyat. “Di Nganjuk masyarakat yang hidup melalui bertani, APBD biasanya devisit karena adanya pilkada, tingkat pengangguran berkurang dari 6,06% menjadi 3,98% di tahun berikutnya,” paparnya. Banyak perusahaan yang diuntungkan pula dari pilkada, dari perusahaan usaha mikro, kecil dan menengah.
Meski begitu, pemilu memberikan dampak buruk. “Dampak langsung pilkada mempengaruhi ekonomi rakyat, tapi tidak signifikan, itu cuma sementara,” tutur Wiranto. Dicontohkan dengan bagaiamana dana cukup besar yang dikeluarkan untuk promosi, lalu pengembalian modal itu setelah menjadi kepala daerah yang terpilih. “Sedangkan nyatanya gaji kepala daerah yang terpilih tidak sebesar modal yang dikeluarkan, banyak dari mereka yang menyisipkan dana anggaran tambahan untuk mengembalikan modal tersebut,” urai Wiranto. Dampak lainnya, tidak menemukan orang yang benar sebagai kepala terpilih. “Dilihat hanya popularitasnya saja, bukan dari kemampuannya,” lanjut Wiranto.
Menutup seminar, Haryadi berpesan. “Hanya demokrasi yang berjalan baik dan benar yang menghasilkan pemilu free and fair, bukan pemilu free and fair yang menghasilkan demokrasi,” pesan Haryadi. (vq)
[ Posted 01/02/2011 oleh welly ]