Cyber Media
Call Warta: 2981039
Berbagai kasus yang merugikan konsumen mulai bermunculan di Indonesia. Berbagai ledakan akibat gas elpiji hampir menjadi tontonan sehari-hari masyarakat. Sebenarnya sudahkah para konsumen terlindungi? Adakah UU mengenai perlindungan konsumen? Pertanyaan itulah yang telah dijawab oleh Paidi Pawiro Rejo SH MM selaku direktur Lembaga Perlindungan Konsumen Surabaya dalam Kuliah Umum “Perlindungan Konsumen” di HA 4.3 FH Ubaya pada 10 Juni 2010.
Berbagai produk banyak beredar di pasaran. Tentunya dalam aktivitas jual beli ini ada dua pihak yang patut disorot yakni pelaku usaha dan konsumen. Namun, apakah produk yang tersedia di pasaran sudah pantas dikonsumsi? Misalnya saja, mie kemasan yang ditaruh di dekat sabun atau minyak tanah, air kemasan yang terkena sinar matahari di pasar. “Tanpa disadari kualitas produk tersebut dapat berkurang, walau sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI),” ungkap Yoyok, nama akrab Paidi.
Produk bagus tetapi salah penempatan dapat berakibat fatal, baik minuman, makanan, ataupun minyak gas. Pemasaran dari produsen sampai ke konsumen seringkali tidak langsung dan melalui perantara seperti agen, supermarket, dan toko. “Suatu produk yang bagus bisa berkurang kualitasnya jika kurang jelasnya informasi kepada para penjual,” tambah pria berkacamata tersebut. Hal ini dikarenakan belum adanya training ataupun workshop bagi penjual yang relasinya lebih dekat dengan konsumen.
Konsumen adalah raja. Itulah pepatah yang seringkali didengar. Konsumen memiliki hak untuk didengar pendapat dan keluhannya mengenai produk yang ada di pasaran maupun layanan jasa yang telah diterima mereka. Bagaimana dengan produk yang mereka beli di pasaran tanpa ada sosialisasi sebelumnya dari pihak produsen? Kepada siapakah konsumen akan mengadu? UU no 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen setidaknya dapat menjadi acuan masyarakat Indonesia sebagai konsumen.
Hak-hak konsumen telah dilindungi lewat perangkat hukum satu ini. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan harga dan label pembuatan sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen. Sebenarnya berbagai macam hak konsumen telah dilindungi melalui undang-undang ini, antara lain hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang atau jasa; hak untuk mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
Seringkali hal-hal yang merugikan konsumen dapat ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Dalam karcis biasanya ada tertulis, keamanan barang di kendaraan tidak menjadi tanggung jawab pihak mal, ini salah satu hal yang salah. Pernah juga ada makanan berlabel halal, tetapi kenyataanya berisi babi. Kesepakatan secara sepihak atau tindak penipuan ini merugikan masyarakat dan menunjukkan bahwa pengawasan akan produk masih lemah dalam pemasarannya.
Lembaga yang membantu penyelesaian sengketa ini dapat menjadi alternatif jalan keluar. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di tingkat kota ataupun mediasi antar pihak. Bagi konsumen ketika membeli produk, cek dahulu label komposisi, tanggal kadaluarsa dan penempatannya agar aman dan baik untuk dikonsumsi. (rin)