Cyber Media
Call Warta: 2981039
Lumpur Lapindo sudah memasuki usia yang keempat tahun ini. Namun, upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait termasuk pemerintah serasa percuma, karena lumpur masih terus menyembur dari tanah Porong. Perlu tindakan yang tegas dan cepat dari pemerintah untuk menyelamatkan masyarakat Porong pada khususnya, dan masyarakat Jawa Timur pada umumnya.
Berbagai cara juga ditempuh oleh instansi yang peduli akan bencana ini. Ubaya misalnya, dimana melalui Pusham sebagai fasilitator acara mengadakan forum bertajuk “Menggugat Hak Warga Negara Kasus Lumpur Lapindo Sidoarjo”. Acara yang dilaksanakan pada 25-26 Mei 2010 di Perpustakaan lt.V itu dihadiri sejumlah instansi Perguruan Tinggi terkemuka dan media massa. Mereka diantaranya Fisip Unair, Komisi HAM, LPPM Unair, dan Komnasham Jakarta. Berbagai dampak yang ditimbulkan dibicarakan, tak ketinggalan peran media massa dalam penyampaian bencana ini kepada publik.
Salah satu statement diungkapkan ketua Pusham sekaligus ketua panitia acara, Dr Yoan N. Simanjuntak, S H MHum, menyoroti dampak yang terjadi di Porong. “Apakah mereka yang menderita akibat kehilangan peluang hidup lebih baik di luar peta terdampak lumpur tidak diperhitungkan sebagai korban juga? Lalu, bagaimana masyarakat dalam radius 5 km dari titik semburan yang masih diblacklist oleh perbankan? Apa mereka bukan korban?” ungkap Yoan menyinggung Perpres nomor 40 tahun 2009 tentang Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang tidak sesuai UU yang ada.
Hal menarik lainnya yang dibahas adalah mengenai konsistensi media massa dalam penyampaian berita. Ada media yang mengatakan musibah ini adalah Lumpur Lapindo, ada juga media yang menegaskan ini adalah Lumpur Sidoarjo. \"Hal itu tidak terlepas dari faktor kepemilikan media cetak tersebut,\" kata Yayan Sakti Suryandaru, Pengamat media massa dari Universitas Airlangga (Unair) mengutip hasil riset berjudul \"Analisis Framing dalam Pemberitaan Lumpur Lapindo\" yang dilakukannya dua tahun lalu itu. \"Dalam kasus Lapindo, seharusnya media menjalankan kode etik jurnalistik secara tepat,\" tegas Yoan Simanjuntak menyikapi fungsi media itu.
Masih banyak yang diulas oleh para ahli dibidangnya itu dalam dua hari kemarin. Selain dampak dan peran media massa, disinggung juga penilaian kawasan beresiko di sekitar tanggul Lumpur Lapindo yang dibahas oleh Amien Widodo dari ITS. Data, fakta, serta analisis bencana tersebut dibahas pula oleh Daniel S. Stephanus dari Balai Rakyat Korban Lumpur Lapindo. Banyak yang dibahas dalam sesi ini semisal dampak terhadap pengungsi, terhadap masalah perekonomian Jawa Timur, dan masih banyak lagi.Pada keesokan harinya, semua peserta diajak secara langsung mengamati lokasi bencana yang terpaksa mengusir 28.617 penduduk dari tempat tinggalnya. (wmm,bbs)