Cyber Media
Call Warta: 2981039
Tak banyak disorot, tak mengindikasi suatu kasus telah berakhir. Hal demikian berlaku juga bagi kasus flu burung (H5N1) dan flu babi (H1N1). Meski tak banyak disorot oleh media, fakta menunjukkan bahwa dua penyakit yang bisa membunuh tersebut masih rentan terjadi. Tergeser oleh berita kriminal yang lebih aktual, masyarakat menjadi kurang waspada terhadap keberadaan virus tersebut di sekitarnya.
Hal tersebut mendorong Klinik Medis Ubaya mengadakan seminar sehari yang mengangkat kedua penyakit tersebut sebagai topik bahasan. Bertempat di perpustakaan lt V, 57 peserta dari dalam maupun luar Ubaya mengikuti kegiatan tahunan tersebut.
Acara dibuka dengan sambutan dari Drs A Adji Prayitno S. MS Apt. “Di Amerika 30% masyarakatnya sudah mendapat vaksin, sedangkan Indonesia belum sama sekali. Ini menandakan betapa rawannya posisi kita terhadap penyakit tersebut,” buka WR II. Menghadirkan Dr drh Suwarno M Si dan dr Laksmi Wulandari SpP(K) FCCP sebagai pembicara, peserta diajak melihat fakta aktual yang tengah terjadi di Surabaya .
Virus influenza memiliki sifat mudah termutasi genetik serta mudah menular pada manusia. Untunglah virus tersebut bersifat labil di lingkungan dan mudah mati oleh berbagai desinfektan. “Sebenarnya kalau kita terbiasa hidup bersih, maka kecil kemungkinan kita terkena virus tersebut,” ungkap Dr Suwarno. Staf Departemen Mikrobiologi Veterenier FKH Unair ini juga menyampaikan gejala–gejala tertular dan tahap pandemi flu.
Sebenarnya avian influenza mau pun swine flu berada pada level yang sama. “Dari tingkat kematian, memang virus H5N1 menyebabkan lebih banyak kematian. Namun dari segi penyebaran lebih cepat virus H1N1. Bahkan perpindahan antar manusia sudah terbukti terjadi,” terang dr Laksmi. Staf Divisi Infeksi Penyakit Paru RSU Dr Soetomo dan FK Unair ini juga menjelaskan seputar vaksinasi flu yang ada saat ini. Menurutnya, vaksin yang ada tidak memberikan perlindungan terhadap virus H1N1 karena virus tersebut adalah virus baru. “Padahal vaksin harus dibuat tiap tahun mengikuti strain virus yang mudah termodifikasi,” tegasnya.
Dengan kata lain, sebenarnya virus tersebut bisa ditanggulangi bila masyarakat mau mengikuti anjuran yang disosialisasikan oleh berbagai lembaga yang ada. Mengkonsumsi daging dan telur yang sudah dimasak dengan benar pun menjadi suatu hal yang perlu diperhatikan. “Mari kita sama–sama menjaga diri kita sendiri,” ajak Dr Suwarso.
Tak hanya pemberian materi, diadakan pula sesi tanya jawab. Tanggapan peserta yang hadir cukup baik, terbukti dengan banyaknya pertanyaan yang masuk. Bahkan dari kalangan mahasiswa yang hadir tertarik membuat skripsi mengenai virus flu tersebut. “Artinya, peserta yang hadir benar–benar sadar akan bahaya virus tersebut. Semoga seminar ini bisa mengedukasi peserta untuk lebih waspada,” tutur Dr drg Retno Pudji Rahayu M Kes, penanggung jawab Klinik Medis Ubaya. (mei)