Cyber Media
Call Warta: 2981039
Tepat pada ulang tahun WU yang ke 18 kemarin, seluruh kru melakukan kunjungan ke tempat pembuatan garam di daerah Dadapan Permai. Di sini, kami mempelajari hal baru mengenai kehidupan seorang petani garam di wilayah tersebut. Terlihat mudah memang saat melihat para petani garam melakukan pekerjaannya. Tapi sapa yang sangka, pekerjaan petani garam benar-benar membutuhkan kesabaran khusus, salah satunya ialah Budiono. Ia dan istrinya adalah seorang petani garam yang sudah bergelut di dunia pertambangan garam selama tujuh tahun.
Sehari-harinya, Budiono dan istrinya menjalani profesinya dengan penuh kesabaran. Bagaimana tidak, mereka mengaku bahwa jika ada kesalahan sedikit saja pada proses pengelolaannya, maka bisa berakibat fatal. “Biasanya ketika cuaca tidak mendukung, kami tidak dapat memproses garam alami,” ungkap Budiono. Jelas saja, dengan cuaca yang mendukung saja, mereka memerlukan waktu empat minggu untuk proses pengendapan garam.
Panjangnya proses pengelolaan garam tak menjadikan pasangan suami istri ini jera. Padahal secara income, mereka mengaku hanya memperoleh 17000 rupiah sampai 30000 rupiah per sak, tergantung kuantitas yang mereka hasilkan. “Berat ditiap sak garam tidaklah tetap. Biasanya per sak garam bekisar 53 kg hingga 61 kg,” bebernya.
Mengingat hasil mengelolah garam saja tidak cukup untuk menghidupi keluarganya. Budiono mengaku disamping usahanya ini, ia juga bekerja sebagai buruh bangunan musiman. “Ya.. untuk menghidupi anak istri tak cukup hanya mengandalkan usaha ini. Kan pengelolaan garam tidak bisa dilakukan sepanjang waktu,” tutupnya ramah. Apakah semua petani kita mengalami hal serupa seperti yang dialami Budiono dan istrinya? (sv5 ,voz)