Cyber Media
Call Warta: 2981039
Teknik Elektro Ubaya kembali mengukir prestasi di kancah nasional. Lewat lima mahasiswanya, yakni Endy, Prasetya, Andrew, Garry, serta Charles, mereka berhasil meraih juara II dalam Kontes Robot Seni Indonesia (KRSI) yang diselenggarakan oleh Dikti. Melalui berbagai tahap seleksi dan kompetisi yang ketat, robot buatan mereka yang bernama Dewi, berhasil meraih kebanggaan dalam final yang diselenggarakan pada 19-20 Juni di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Dengan kerjasama tim yang solid, serta bimbingan dari dua dosen Elektro, Nemuel Daniel Pah dan Hendi Wicaksono Agung Darminto, mereka pun berhasil menghasilkan robot dengan kemampuan membedakan sensor suara, land tracer, gerakan tari pendet, serta memiliki 22 sendi yang berhasil meraih prestasi nasional. Mau tahu lebih jauh tentang cowok-cowok jenius ini? Berikut profil mereka!
Jangan Takut Mencoba
‘Taburlah maka kamu akan menuai’ beginilah motto yang selalu disandang oleh cowok pemilik nama lengkap Charles Arista Salim ini. Bagi cowok yang hobby facebook-an dan driving ini, motivasinya untuk mengikuti suatu lomba tidak hanya demi kepuasan diri semata, tetapi juga untuk meraih beasiswa yang disediakan oleh Ubaya bagi para mahasiswanya yang mampu meraih prestasi. Ketika ditanya bagimana perasaannya, cowok kelahiran Surabaya ini mengaku senang mampu meraih beasiswa yang memang diincarnya.
Dalam proses pembuatan robot yang diberi nama Dewi ini, mahasiswa teknik elektro angkatan 2008 ini mendapat bagian untuk mengerjakan ‘land tracing’. Land tracer adalah salah satu kemampuan robot ini untuk dapat berjalan mengikuti jalur yang ditentukan. “Hambatan dalam land tracing ini adalah connection hardware land tracing ke perangkat untuk menari yang terkadang tidak sinkron.” Jelasnya.
Namun apapun hambatan yang dialaminya, penyuka kwetiau goreng dan soda gembira ini Mengaku keinginan untuk mencetak prestasi mampu mengalahkan segalanya. Cowok yang berulang tahun setiap tanggal 28 Juni ini juga tidak lupa berpesan pada para mahasiswa agar jangan pernah takut mencoba mengikuti suatu kompetisi. “Aktiflah untuk mengkuti lomba-lomba, dan semoga Ubaya semakin maju.” Pesannya.
Tahun Terakhir Persembahkan Prestasi
“Saya ingin memberikan yang terbaik buat Ubaya sebelum meninggalkan almamater ini.” begitulah kata-kata yang terucap dari Prasetya Hutomo, salah seorang anggota tim Ubaya yang menang dalam KRSI. Meski telah memasuki masa perkuliahan terakhirnya di semester delapan, mahasiswa teknik elektro angkatan 2006 ini merasa belum puas bila belum berhasil menyumbangkan prestasi bagi almamater tercinta kita ini. “Ini merupakan ke-ikut-serta-an saya yang kedua kalinya dalam kompetisi semacam ini, dan saya sangat senang bisa meraih kemenagan dan mengharumkan nama Ubaya.” Tuturnya.
Menjadi programmer dalam pembuatan robot ini, cowok kelahiran Surabaya 4 Juni 1988 lalu ini mengaku tidak lepas dari kendala dan kesulitan yang mendera. “Robot ini dirancang agar mampu menghasilkan gerakan seperti penari yang menarikan tari pendet. Namun ada kalanya program yang kami buat tidak sesuai dengan aktuatornya, sehingga harus disiasati supaya gerakannya menjadi ideal.” Terangnya panjang lebar.
Menilik kemenangan yang berhasil mereka raih, Penyuka mie goreng ini mengingatkan agar para mahasiswa selalu menggunakan waktu yang dimiliki sebaik-baiknya untuk belajar dan berdoa. “Everything is possible if you do the best and believe in God.” Tegasya. Cowok yang memiliki hobby mendengarkan music ini juga berharap agar Ubaya bisa meneruskan tradisi juara di tahun-tahun berikutnya.
Pengalaman pertama berbuah kemenangan
Baru dua semester menduduki bangku perkuliahan, Garry Hadinata sudah mampu mengukir prestasi. Mahasiswa Teknik Elektro angkatan 2009 ini merupakan salah seorang anggota tim Ubaya yang meraih juara II dalam KRSI. Senang dan bangga, raut itulah yang terpancar dari cowok penghobby badminton ini. Awal mula keikut sertaan cowok penyuka segala jenis makanan ini pun awalnya hanya sekedar menggantikan temannya. “Tapi akhirnya aku juga ikut jadi tim inti, dan senang sekali karena baru pertama kali ikut langsung juara.” Ucapnya.
Terbilang yang paling muda dalam tim ini, tidak berarti cowok yang akrab disapa Garry ini menjadi anak bawang yang tidak memegang peranan penting. Terbukti, cowok kelahiran Surabaya 9 Juni 1991 silam ini memiliki andil yang cukup vital dalam pembuatan robot Dewi ini. “Dalam pembuatan robot ini, aku jadi bagian mekanik, bagian yang mendesain dan membuat organ-organ robot.” Urainya. Lebih jauh Garry menjelaskan bahwa keterbatasan alat-alat yang tersedia menjadi salah satu hambatan untuk bisa membuat presisi yang pas. “Apalagi kami juga berasal dari angkatan yang berbeda-beda, jadi masalah waktu juga menjadi kendala bagi kami. Kerja Cuma bisa sore atau malam hari.” Ungkapnya.
Perjuangan keras mereka memang tidak sia-sia, karena kemenangan berhasl mereka raih. “Ke depannya, Saya berharap agar Ubaya memberi fasilitas yang lebih memadai dan support seperti dukungan suporter ke tempat lomba, supaya kita yang ikut lomba pun menjadi lebih semangat.” Harapnya.
Memiliki prinsip ‘Hidup Cuma satu kali, harus dinikmati’ ini cowok yang akrab disapa Garry ini memiliki keinginan agar tahun depan dia bisa ikut serta mewakili kompetisi semacam ini lagi. “Semoga bisa jadi tim inti dan juara satu.” Tutupnya.
Ketidaksengajaan yang Berbuah Manis
Menurut cowok yang akrab disapa Andrew ini, keikutsertaannya dalam tim KRSI ini bukanlah hal yang disengaja. ”Awalnya aku pada saat itu ikut dalam tim KRCIS, namun karena kalah di tingkat regional, akhirnya atas saran dosen pembimbing, aku bergabung dalam tim Dewi,” kisah mahasiswa TE angkatan 2007 itu. Sama seperti Endi, cowok asal Surabaya ini juga berperan dalam bagian mekanik.
Menurut alumnus SMAK St. Louis 1 ini, robot ciptaan timnya memiliki beberapa kelebihan. Selain bisa berjalan sembari menari Pendet, ketika berhasil melewati setiap rintangan, Dewi mampu menarikan tarian khas Bali itu dengan gerakan yang berbeda. Ditanya tentang kesulitan yang dihadapi pada saat proses pembuatan robot, penghobi main game itu menyatakan tidak menemui kesulitan yang berati. ”Hanya mungkin sedikit sulit karena tidak mengikuti prosesnya dari awal,” jelas cowok yang baru bergabung dalam tim pada Mei lalu tersebut.
Motivasinya dalam mengikuti perlombaan tersebut adalah mencari pengalaman, menambah pengetahuan, dan mengaplikasikan materi yang didapat pada waktu kuliah. Ditanya tentang perasaanya pada saat tim Dewi dinyatakan sebagai salah satu pemenang, cowok berkacamata ini mengaku sangat bahagia. ”Yang pasti seneng banget, dan semoga ke depannya dapat berusaha lebih baik lagi, serta dapat mempertahankan gelar,” tutup cowok yang juga pernah lolos sampai tingkat nasional dalam kompetisi serupa tahun lalu tersebut. (caz,mry)