Cyber Media
Call Warta: 2981039
Dunia pendidikan dan dunia kerja ternyata memiliki beberapa persamaan. Salah satunya adalah tes yang harus dihadapi seseorang saat memasuki kedua dunia tersebut. Dalam dunia pendidikan, tes tersebut dikenal dengan Tes Potensi Akademik (TPA). Namun sebenarnya, seberapa penting peran Tes Potensi Akademik (TPA) dalam proses pembelajaran di universitas? Dan apakah TPA berkontribusi besar terhadap kualitas calon mahasiswa itu sendiri?
Prof Dr J S Ami Soewandi dan Drs Kuncoro Foe G Dip Sc PhD Apt, Rektor dan Wakil Rektor Universitas Widya Mandala (UWM) Surabaya, mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. “TPA adalah suatu tes yang diberikan untuk menguji kemampuan calon mahasiswa,” buka Ami. Kemampuan yang diuji meliputi kemampuan logis, numerik dan analisis.
”Karena banyaknya kemampuan yang diuji, otomatis materi soal yang diujikan juga beragam. Biasanya, soal yang diberikan terdiri dari gabungan soal logika, Matematika dan Bahasa Inggris. Soal logika yang diberikan merupakan soal yang terkait dengan kompetensi,” lanjut Ami.
Untuk menyelenggarakan TPA, ada pedoman tertentu yang bisa diikuti. “Pedoman itu disebut taksonomi bloom yang meliputi fase pengetahuan, pemahaman, evaluasi, analisis dan sintesis,” tutur Kuncoro. Dengan mengikuti taksonomi, mahasiswa bisa mendapatkan pengetahuan dan memahaminya, mengevaluasi dan menganalisis hal yang ada serta kemudian melakukan sintesis seperti pada pengerjaan skripsi.
Ami menuturkan, sebaiknya universitas yang mengadakan TPA memiliki bank soal. “Bank soal ini berisi kumpulan soal yang secara periodik terus dianalisis sehingga soal-soal tersebut sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” paparnya. Hal ini bukan berarti bahwa soal yang diberikan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi.
“Soal tersebut tetap sederhana tapi memiliki kadar logika yang saling menghubungkan,” terang Ami. Untuk itu, diperlukan evaluasi rutin yang bersifat rahasia dan intern untuk soal-soal yang mungkin tidak semua orang bisa menjawabnya.
Jika ditilik lebih dalam, TPA cenderung menilai potensi seseorang secara umum. TPA tidak pernah melihat kelas asal SMA ataupun SMK. Meskipun begitu, bukan berarti bahwa TPA menentukan ketahanan atau prestasi seseorang dalam jurusan yang dipilihnya. Nilai TPA yang bagus bukan berarti calon mahasiswa tersebut tidak akan terseok-seok dalam perjalanannya untuk mencapai gelar sarjana. Hal itu dimungkinkan karena jurusan yang dipilih bukan substansi yang sesuai dengan kemampuannya.
Untuk itu, calon mahasiswa tersebut harus memberikan extra efforts untuk mencapai prestasi yang baik dalam prosesnya. Extra efforts itu dapat berupa tambahan waktu belajar ataupun keinginan untuk menggali dan memahami sendiri materi yang diberikan. “Mereka yang terseok-seok tidak bisa dikatakan sebagai mahasiswa yang gagal, tegas Kuncoro.
Sebelum mengakhiri wawancara, Kuncoro sempat memberikan gambaran tentang TPA yang ideal. TPA yang ideal adalah TPA yang terus dievaluasi. “TPA itu juga harus cukup representatif untuk mengukur kemampuan mahasiswa,” tukas Kuncoro. TPA sangat penting karena menjadi pembeda antara orang yang tidak mampu dan mampu. (elz)