Cyber Media
Call Warta: 2981039
“Apakah beyond the classroom itu suatu konsep baru?” tanya seorang mahasiswa kepada dosen senior ketika memulai perkuliahan. Dosen itu menjawab, “bukan”. “Mengapa dimunculkan sebagai istilah baru?” tanya mahasiswa itu lebih lanjut. Dosen itu menjawab, “perkuliahan itu seharusnya dilakukan inovatif dan kreatif ”.
Berdasarkan Sistem Kredit Semester (SKS), setiap mata kuliah diberi bobot tertentu yang menunjukkan keluasan dan kedalaman materi yang diberikan. Bobot tersebut dinyatakan dengan satuan kredit semester (sks). 1 sks setara dengan kegiatan per minggu yang terdiri dari 50 menit tatap muka dengan dosen/asisten, 50 menit belajar terstruktur dan 50 menit belajar mandiri. Bila seorang mahasiswa mengambil 20 sks maka setidaknya menyiapkan waktu belajar 20 x 3 x 50 menit = 3.000 menit atau setara dengan 50 jam setiap minggu.
Hanya sekitar 17 jam waktu yang dirancang untuk tatap muka dengan dosen baik di kelas, di laboratorium atau di tempat lainnya. 34 jam lainnya bisa dirancang oleh mahasiswa itu sendiri berupa belajar kelompok, diskusi, pendalaman materi, kunjungan ke industri, survei lapangan dan sebagainya.
Dosen yang mengajar 12 sks pun selain menghabiskan waktu sekitar 12 x 3 x 50 menit atau 30 jam untuk tatap muka, evaluasi, dan pendalaman materi. Dosen juga menyiapkan waktu konsultasi bagi mahasiswa yang ingin mendalami perkuliahan atau member tugas-tugas khusus.
Jadi perkuliahan itu tidak hanya tatap muka di kelas kemudian beraktivitas bebas tanpa kendali. Beyond the classroom hanya mengingatkan kembali bahwa kita sebaiknya kembali ke hakekat sistem yang sudah kita anut selama kurang lebih 30 tahun. Konsep ini juga mengingatkan dosen untuk selalu kreatif dan inovatif dalam melaksanakan perkuliahan.
Mungkin mahasiswa akan mengalami kesulitan beradaptasi karena sudah terbiasa dengan “hanya kuliah di kelas”. Kegiatan kemahasiswaaan yang biasa dilaksanakan di sela-sela kuliah akan sulit menemukan waktu bersama di antara sesama mahasiswa. Masing-masing sibuk dengan urusan perkuliahan terstruktur dan mandiri.
Di satu sisi keterampilan teknis dan professional mahasiswa akan lebih terasah tetapi di sisi lain kemampuan dan kebebasan berorganisasi mahasiswa akan terkendala waktu. Keterampilan profesional dan kemampuan berorganisasi diperlukan sebagai bekal mahasiswa guna terjun ke dunia nyata.
Karena itu kebijakan manajemen perguruan tinggi diharapkan mampu menjembatani berbagai kepentingan sehingga semboyan beyond the classroom yang menjadi kenyataan akan mencapai keseimbangan yang optimal.