Cyber Media
Call Warta: 2981039
Selama ini anda mungkin diajar oleh berbagai macam tipe dosen, mulai yang sabar sampai galak.Lalu, Setiap dosen memiliki gaya mengajar berbeda, namun hal yang sama adalah standar yang wajib dipenuhi. Kali ini, kita akan membahas standarisasi dosen dari sudut pandang Quality Assurance atau QA. “Yang pasti minimal S2” jelas Muhhamad Rosiawan MT, Quality Assurance Manager Ubaya.
Standar minimal S2 dan wajib sertifikasi dosen 2014 adalah standar yang ditetapkan oleh pemerintah/DIKTI. Meski di Ubaya sendiri masih ada beberapa yang masih lulusan S1, tetapi pada tahun yang ditentukan, standar wajib itu sudah harus dipenuhi dosen.
Selain itu, standar kebutuhan dosen-dosen di Ubaya diserahkan ke fakultas masing-masing, tergantung kebutuhan mereka. “Ya, sesuai kompetensi bidang yang akan diajarkan,” jelasnya. Kompetensi tersebut bisa berupa prestasi keilmuannya, IPK diatas 3,0 dan pengalaman bekerja dibidang tersebut sebelumnya. “Seperti di jurusan Industri, minimalnya mereka pernah bekerja di pabrik sebelumnya, agar mahasiswa bisa membayangkan gambaran pekerjaan nyatanya,” jelas dosen Teknik Industri ini.
Karena iklim Ubaya sendiri yang multikultur, dosen di Ubaya harus mempunyai softskill berupa mudah membawa diri. “Kalau dulu saya sendiri lulusan PTN yang rata-rata kulturenya sama, akan sulit dibawa disini. Misalnya saja, di PTN dulu, dosen hanya memberi bahan dan diberi materi sedikit, sisanya mahasiswa sendirilah yang berusaha mencari tahu. Dan pembelajaran sejenis itu akan sulit ditempatkan disini, urainya. Kebutuhan–kebutuhan dosen tersebut juga dilengkapi dengan kemampuan komunikasi yang baik, manajemen pengendalian kelas, disiplin dan yang terpenting adalah kejujuran.
Untuk menjadi dosen di Ubaya, prosedur yang harus dilaluinya adalah melamar. Seperti melamar bekerja pada umumnya, menyertakan CV yang kemudian diseleksi untuk diwawancara. Tahap wawancara yang harus dilalui pun cukup panjang, pelamar harus melalui pimpinan fakultas, bila sudah berhasil. Maka akan diikutsertakan psikotes dan kemudian diwawancara oleh WR I. “Untuk fakultas lama, mungkin jarang membutuhkan dosen baru, tetapi untuk fakultas yang masih baru, kami sering mengiklankan di media,” papar pria ramah ini.
Setiap dosen ada kode etiknya. Pelanggaran terhadap kode etik tersebut akan dikenakan sanksi-sanksi, mulai paling ringan berupa teguran tertulis, hingga dikeluarkan. Semua tergantung dari level pelanggaran yang dibuat. “Contohnya saja, waktu memberi bimbingan skripsi, kamu bisa dapat A. Kalau kamu kasih aku “ini-itu”. Itu melanggar kode etik yang bisa dikenakan sanksi”,” jelasnya. Pelanggaran kode etik yang di lakukan dosen, dinilai oleh senat (pimpinan), wakil dosen, guru besar, dekan, dan dosen yang punya kepangkatan Lektor 350, dan dinilai oleh teman serekan dosennya sendiri.
Penilaian tentang kompetensi dosen juga dilakukan oleh mahasiswa melalui Kuisioner yang diisi mahasiswa. Dan juga dinilai oleh atasan mengenai konsistensi mengajar, ada aspek pembelajaran, pengabdian masyarakat dan sebagainya. “Penilaian itu sangatlah penting untuk perbaikan berkelanjutan agar mencapai excellent atau kinerja yang cemerlang,” terang Rosi.
Standarisasi memang sangat diperlukan agar kedepan Ubaya bisa lebih baik. “Kan bangga juga apabila Ubaya memiliki dosen yang bisa masuk dalam 30 Muda top dosen, atau menjadi pengurus pengabdian pada masyarakat, yang namanya tercantum dalam media,” jelas dosen yang juga sebagai Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Jatim, Masyarakat Standarisasi Indonesia (MASTAN) ini.
Meningkatnya kualitas dosen, akan membawa kualitas pembelajaran yang semakin meningkat pula. Hal ini membantu mahasiswa meningkatkan prestasinya, serta menaikkan citra Ubaya. “Untuk kedepannya harus bisa meningkatkan kompetensi dalam rangka menuju dosen teladan,” harapnya. (vqs)