Cyber Media
Call Warta: 2981039
“Apakah buku impor lebih bagus dari buku lokal?” tanya seorang mahasiswa kepada dosen yang sedang menjelaskan topik perencanaan dalam kuliah manajemen. Dosen itu menjawab,”Tergantung isi buku.” Mahasiswa itu kembali melanjutkan pertanyaannya,”Apakah buku laris itu adalah buku bermutu tinggi?” Dosen itu menjawab dengan bijak,“Belum tentu.”
Isi buku umumnya adalah tulisan dan/atau gambar. Apa yang ditulis dinyatakan dalam bahasa tertentu sehingga pembaca akan mengerti isi suatu buku manakala mengerti bahasa yang digunakan untuk menulis buku tersebut. Sedangkan gambar bisa ditafsirkan sesuai dengan ’preferensi’ masing-masing pembaca.
Buku laris adalah buku yang banyak dibeli orang. Ada banyak pertimbangan mengapa orang membeli buku. Salah satunya adalah karena buku itu dianggap penting dan sesuai dengan minat si pembaca. Buku bermutu merupakan buku yang dinilai oleh para ahli berkenaan dengan isi buku tersebut. Pendapat atau minat para ahli belum tentu sejalan dengan pendapat dan minat pembaca lainnya. Itu sebabnya buku bermutu belum tentu buku yang laris dijual dan buku yang laris belum tentu buku bermutu.
Buku telah menjadi budaya dunia. Sejak ditemukan mesin cetak, buku digandakan dan disebarkan ke seluruh penjuru dunia. Tidak ada yang tahu berapa banyak buku yang pernah diedarkan, satu judul buku bisa dicetak ribuan eksemplar. Tidak ada satu negara pun yang tidak mengenal buku. Wajarlah manakala buku yang dicetak dalam bahasa yang paling banyak penuturnya berpeluang untuk dibaca oleh banyak orang. Misalnya, buku yang ditulis dalam bahasa Inggris berpeluang dibaca oleh lebih banyak orang dibandingkan dengan buku yang ditulis dalam bahasa Indonesia.
Perkuliahan sendiri tidak bisa dilepaskan dari buku. Mengingat program studi yang ada di Indonesia mengikuti apa yang ada di perguruan tinggi di mancanegara, maka materi perkuliahan bisa mengacu pada buku yang sama. Buku-buku itu biasanya ditulis oleh para dosen dari universitas di mancanegara yang kemudian dipakai di negara lain. Kalau buku yang ditulis penulis mancanegara yang tentunya bukan dalam bahasa Indonesia dianggap sebagai buku impor maka buku yang dikarang oleh orang Indonesia dan diedarkan di Indonesia dianggap sebagai buku lokal.
Membandingkan buku lokal dan buku impor menjadi tidak penting lagi karena kita belum punya buku lokal yang bisa menyubstitusi buku impor. Kecuali kita menulis tentang keindonesiaan dalam bahasa Inggris yang dianggap penting kemudian diedarkan ke mancanegara sehingga kita bisa menamainya buku ekspor. Kita tidak bisa menghindar dari buku impor dan kita juga terus berjuang agar bisa membuat buku ekspor.
Jelaslah mutu buku lokal belum tentu lebih rendah dari buku impor bergantung pada penulisnya dan materi yang dibahas. Keahlian individu orang Indonesia tidaklah lebih rendah dibandingkan keahlian penulis mancanegara.
Bagi mahasiswa mungkin lebih mudah membaca buku lokal tetapi tetap diharapkan mampu membaca buku teks dalam bahasa Inggris. Artinya, buku lokal tidak bisa dipisahkan dari buku impor. Sedangkan para dosen diharapkan mampu membuat buku ekspor selain buku lokal yang bermutu tinggi.
Itulah tantangan kita, bukan membandingkan mana yang lebih baik tetapi bisa mempelajari secara lebih luas dan mendalam dari keberadaan buku yang ada. Sekaligus untuk terus meningkatkan kemampuan dalam membuat buku bermutu dan laris.