Cyber Media
Call Warta: 2981039
“Buku impor lebih detail dalam memberi penjelasan karena lebih banyak mindmap, skema, dan bagan. Jadi kita lebih mudah membaca dan memahaminya,” ungkap Marchitania. Dara asal FP ini memang cukup sering menjumpai buku impor di samping buku pegangan lokal dalam perkuliahan. Namun, mahasiswi angkatan 2010 ini mengaku lebih menyukai buku impor karena isi dan bahasannya yang lebih menantang. “Biasanya buku lokal yang kutemui kurang detail. Aku lebih banyak mendapat ilmu baru dari buku impor,” lanjutnya.
Jika dibandingkan, menurutnya perbedaan paling menonjol adalah dalam hal cover, isi, serta jenis kertas yang dipakai. Meski dirasa memiliki kelebihan, tetap saja ada kekurangan yang dimiliki buku impor. Seringkali, buku impor yang dijual di pasaran sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Akibatnya, ia lebih kesulitan memahami terjemahannya dibanding jika tetap dalam bahasa asing.
“Buku pegangan lokal memang lebih mudah dijumpai di toko-toko buku, tapi biasanya banyak narasi yang dipakai daripada bagan. Jadi agak susah ngertinya,” ujar gadis yang akrab disapa Marchi ini. Pendapat itu bisa dilontarkannya karena seringnya ia membeli buku impor maupun lokal. “Budget-nya sih antara Rp 40ribu sampai Rp 150ribu untuk beli buku. Karena bermanfaat untuk tugas kuliah, tidak masalah membeli banyak meski agak menguras kantong,” ucapnya sambil tertawa.
Referensi dari dosen sering menjadi panduannya untuk memilih buku yang bagus. Jika tidak mendapat referensi, ada beberapa tips yang biasa dilakukan penyuka sup jagung ini. Ia selalu membeli buku yang penulisnya sudah banyak menerbitkan buku atau membeli buku best seller. Tak lupa ia juga rajin membaca summary di cover belakang buku untuk menentukan apakah isinya meyakinkan atau tidak. “Intinya buku lokal atau impor sama-sama bermanfaat, tergantung pembacanya saja,” tutupnya. (iuz)