Cyber Media
Call Warta: 2981039
Kebanggaan dalam menggapai prestasi, tentu sangat diinginkan tiap mahasiswa. Namun semua itu tidak mudah diraih bila tidak dibarengi dengan usaha dan kerja keras. Demikian juga yang dirasakan Ira Jauwanto Halim, salah satu mahasiswa jurusan FBE Akuntansi angkatan 2008. Mahasiswa satu ini memiliki segudang prestasi yang luar biasa, baik dalam prestasi akademik dan non-akademik.
Selain prestasi yang luar biasa tersebut, cewek berambut panjang ini juga masih menyempatkan waktu sebagai asisten dosen (asdos). Dia sering berkumpul bersama teman-temannya dalam satu wadah untuk para asdos FBE yaitu Kafeus. “Teman-teman di Kafeus ini mau belajar. Kalau tidak mengerti bisa saling tanya, ada teman-teman yang akan membantu,” ungkap pemilik IPK 3,91 ini. Tentu saja bukan tanpa hambatan untuk bisa meraih IPK setinggi itu. Ia merasakan hambatan ketika mendapatkan tugas kuliah secara berkelompok, di mana mau tak mau ia harus bekerja sama dengan orang lain yang malas bekerja.
Dalam membagi waktu belajar dan sebagai asdos, dara kelahiran Bali, 24 April 1990 ini punya deadline sendiri untuk membagi apa yang dikerjakannya. “Misalkan deadline tugas hari minggu, bagaimana caranya harus selesai hari itu juga. Jadi setiap hari itu ada deadline-nya,” tutur penghobi basket dan jalan-jalan tersebut.
Tak hanya berprestasi akademik, prestasi non-akademiknya pun luar biasa. Beberapa juara pernah diraihnya, seperti juara tiga Lomba Pajak di Unair, lima besar Lomba Pajak Unika Semarang, empat besar Lomba Pajak di UK Petra, dan Kuarter finalis Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Jakarta.
Ketika ditanya pengalaman menarik selama kuliah, Ira teringat akan kejadian ketika ia masih semester pertama. “Latar belakangku waktu SMA dari jurusan IPA, sehingga tidak mempunyai bekal sama sekali di bidang akuntansi,” buka Ira. Nah, waktu kuliah Pengantar Ekonomi Makro, ia tidak bisa menjawab pertanyaan dosen. “Kesannya, dari SMA mana nih anak, masa begitu saja tidak bisa. Padahal memang saya tidak dapat dasarnya,” lanjut cewek murah senyum ini. Nah dari matakuliah tersebut ia bertekad untuk jadi lebih baik. “Masa cuma seperti ini saja tidak bisa. Dari situlah saya jadi belajar lebih giat lagi,” cerita penyuka seafodd ini.
Sebenarnya IP tinggi bukan jaminan kesuksesan seseorang, namun IP tinggi lebih sebagai tiket masuk nanti di dunia kerja. IP yang tinggi juga merupakan kebanggan tersendiri. “Orangtuaku hanya menuntut IP tetap bertahan dan tidak jatuh. Itu saja sudah cukup,” ujarnya. Ia berpesan kepada seluruh mahasiswa Ubaya jangan takut mencoba hal yang baru, contohnya meski dasarnya dari jurusan IPA, namun Ira masih bisa meraih IP tertinggi di kelasnya. “Ini juga berkat dukungan dari saudaraku yang mengatakan ‘tidak ada ilmu yang tidak bisa dipelajari’. Oleh karena itu aku jadi termotivasi,” ungkap mahasiswa yang berencana lanjut ke S2 tersebut. (drw)