Cyber Media
Call Warta: 2981039
Berbicara tentang asisten dosen (Asdos), tidak ada salahnya untuk menengok atmosfer perkuliahan di Fakultas Farmasi (FF). Menurut Nani Parfati, salah seorang dosen senior di FF, asisten bagi mahasiswa ini biasa digunakan untuk keperluan praktikum. “Kalau untuk perkuliahan di kelas, biasanya tidak terjadwal secara berlanjut, paling berupa tutorial biasa yang diadakan tergantung permintaan mahasiswa.” Jelasnya.
Menilik standar kompetensi yang dituntut dari seorang sarjana Farmasi, wanita ramah ini menjelaskan bahwa sebelum memutuskan menggunakan Asdos dalam perkuliahan, kita perlu melihat apa keterampilan minimum yang dituntut dari mata kuliah itu. “Kalau yang dituntut adalah keterampilan individu, seperti kemampuan menimbang, mengukur, dan sebagainya, maka dibutuhkan asdos agar dapat lebih frequent melihat dan memperhatikan kemampuan mahasiswa.” Tuturnya.
Wanita yang akrab disapa Nani ini menjelaskan pula bahwa untuk mahasiswa semester enam ke atas, biasanya jarang digunakan asdos. “Karena kebanyakan di tingkat atas, kita dituntut untuk menguasai integrated ilmu.” Ucapnya. Integrated ilmu berarti, memiliki kemampuan untuk mengkonsep berdasarkan kajian teori, merencanakan, mengevaluasi, dan menghasilkan sesuatu yang tidak didasarkan dari trial dan error, melainkan pemahaman mengapa sesuatu terjadi. “Intinya kalau di semester atas, mereka lebih dituntut untuk case-based learning,” Tambahnya lagi.
Nani mengungkapkan bahwa kalaupun ada yang menjadi asdos untuk mahasiswa semester atas, biasanya mereka adalah para mahasiswa yang sudah memasuki tahap skripsi. “Karena untuk bisa mengajar mahasiswa di tingkat atas, asdos itu sendiri harus mempunyai nilai plus dibanding mahasiswa lainnya. Jika dia sudah menjalani skripsi, maka dia akan memiliki pemahaman lebih mendalam tentang materi yang diajarkannya.” terangnya panjang lebar.
Dosen yang mengajar mata kuliah Biofarmasi Farmakokinetik ini tidak lupa menuturkan bahwa banyak keuntungan yang bisa diambil dari mahasiswa bila menjadi seorang asdos. “Mereka tidak hanya mendapat gajji, tapi juga mendapat pengalaman berharga bagi pendidikan informal mereka.” Tuturnya. Kemampuan berkomunikasi, pengalaman belajar langsung dari dosen, dan pengetahuan yang semakin luas dari berbagai jurnal dan literature merupakan nilai-nilai plus yang turut diungkapkan wanita ramah ini.
Lebih jauh, wanita yang mengajar mahasiswa semester atas ini menguraikan bahwa inti dari semua proses pembelajaran yang ada adalah untuk menciptakan masyarakat ilmiah yang baik. “Bagaimana seseorang dapat bersikap kritis terhadap orang lain, dan selalu ingin dikritisi.” Urainya. “Karena yang dituntut di sini bukan hanya sekedar knowledge, tapi juga skill dan attitude. Bagaimana manusia itu harus berpikiran lebar, supaya bisa lebih wise, dan mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar.”jelasnya.
Untuk menjadi seorang asdos memang tidak mudah, selain mengikuti standard dan prosedur yang ditetapkan masing-masing fakultas, seorang asdos juga harus mampu menjadi fasilitator di antara mahasiswa. Tidak hanya sekedar mengajar saat kuliah, seorang asdos juga harus membekali diri baik sebelum, selama, maupun sesudah perkuliahan. “Seorang asisten harus benar-benar siap, artinya siap dalam persiapan materi bahan ajar, agar nantinya bisa memberikan layanan pembelajaran yang optimum.” Ujar Nani. “Asisten juga harus rajin meng-update ilmunya ataupun berdiskusi langsung dengan dosen.” Sarannya lagi. Bagi mahasiswa sendiri, tidak lupa Nani berpesan agar para mahasiswa menjadikan belajar sebagai sebuah kebiasaan bukan paksaan. “Jadikan belajar sebagai suatu rekreasi. Jangan pernah lelah untuk belajar, belajar, dan belajar sepanjang hayat. Yang terpenting bukanlah kesimpulan atau hasil akhirnya, melainkan bagaimana proses yang terjadi, hingga kita dapat leih peka terhadap lingkungan, maupun sesama.” Pesannya. (caz)