Cyber Media
Call Warta: 2981039
Jika lebih baik adalah mungkin, baik saja, tidaklah cukup (If betters posible good is not enough)
Inilah moto berbisnis yang dicita-citakan Mas Agung H.K., MM., direktur INK Clinique yang berlokasi di Jln Dr Sutomo 136 D_2 Surabaya. Menurut alumni Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Ubaya 1997 ini, moto ini menjadi salah kunci berbisnis menjual isi ulang tinta printer.
Bisnisnya ini boleh dibilang sudah berhasil. Karena awal berdirinya di tahun 2001 hanya mempunyai 8 orang karyawan dan kini sudah mendapatkan 30 orang karyawan.
Motonya ini dibuat dalam rangka memberikan spirit untuk memberikan yang terbaik kepada pelanggan, suplier, sesama rekan bisnis dan karyawan. Kita harus selalu lebih baik, lebih baik. Semuanya the best, the best. The best ini kita harus teliti sampai sekecil-kecilnya. Kalau karyawan tidak bawah sisir kita harus mencari tahu. Sebab the best ini harus dijaga dari aspek kerapihan dalam penampilan diri, penampilan berpakaian yang rapi. Hal kecil lainnya yang harus kita lakukan di kantor bersama karyawan adalah kalau menyapa tamu, harus menyapa dengan namanya. Misalnya, selamat pagi pak Gunawan. Tidak boleh hanya menyapa selamat pagi pak.
Hal lain dalam upaya menanamkan filosofis selalu yang terbaik ini dalam hal memberikan reward terhadap karyawan yang berprestasi harus dilihat dari berbagai aspek. Tidak main-main mereka memberikan reward. Perusahaan menganggarkan setiap bulan untuk memberikan reward terhadap karyawan yang berprestasi dalam bekerja. Bahkan mereka yang berprestasi mendapatkan hadiah pergi rekreasi ke Singapur, Malaysia, dan juga ada program wisata ke Lombok.
Karyawan yang bekerja di perusahaannya ini agak unik. Dia banyak mengangkat karyawan dari golongan masyarakat menengah ke bawah. Misalnya, anak tukang becak, tukang bakso. Meskipun pendidikan mereka rata-rata dari SMK karakter mereka, jelas ayah dari 2 anak yaitu Yosefin dan Joyleen ini, rata-rata mudah dibentuk dan prestise sosial mereka juga terangkat di mata keluarga mereka masing-masing.
Ia juga mengakui, karena ia berlatarbelakang sebagai pendidik (2 tahun dosen tetap di FE Ubaya) maka ia memperlakukan karyawannya tidak sekedar mempekerjakan mereka, tetapi juga memberikan bekal wawasan dan ilmu pengetahuan kepada mereka. Dia sendiri yang membentuk karakter pekerja dan memberikan bekal akan ketrampilan kehidupan mereka dalam berkarya maupun di masyarakat.
Mantan Ketua Senat Fakultas Ekonomi periode 1992-1995 ini memilih membuka usaha sendiri bukan karena ikut-ikutan, tetapi berdasarkan hasil refleksi berpikir yang mendalam. “Kalau kita semua mau mengembangkan karier, profesionalisme dalam berkarya di perusahaan orang lain, kapan kita bisa membantu pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan,” papar suami Ester yang juga teman kuliahnya. Di Indonesia sudah terlalu banyak pengangguran. Angka pengangguran dari tahun ke tahun selalu bertambah. Karena itu, kata mantan asisten mahasiswa ini, peran pengusaha untuk menciptakan lapangan pekerja perlu ditingkatkan lagi. Ia mencontohkan dirinya, setelah usaha menjual tinta printer impor ini berjalan bagus juga mulai merintis berbagai usaha yang lainnya seperti membuka bisnis property.
Selain itu, alumni Sekolah Tinggi Prasetyo Mulya Jakarta ini juga membuka Lembaga Pendidikan dan Pelatihan untuk membentuk karakter karyawan di berbagai perusahaan. Dari pengalamannya selama membentuk karyawan sendiri kemudian ia sosialisasikan juga kepada perusahaan yang membutuhkan tenaga dan pikirannya dalam membangun iklim kerja yang kondusif. “Apa yang saya berikan kepada perusahaan lain tidak berdasarkan teori tetapi berdasarkan pengalaman,” jelasnya. Hal ini ia buktikan dari undangan memberikan pelatihan ke berbagai perusahaan tidak pernah sepi.
Lalu kenapa memilih bisnis dibidang jasa semuanya pak? “Saya optimis dan menyadari mulai sekarang dan ke depan bisnis bidang jasa mendapatkan peluang untuk berkembang”, tuturnya.
Keuntungan lain kalau kita mempunyai usaha bisnis sendiri, papar mantan Ketua Korps Asisten Mahasiswa FE 1995-1996, kita bisa mengekspresikan ide dan ekspresi diri dengan cepat dan tepat tanpa melalui prosedur-prosedur. “Bisa mengekspresikan diri sebebas-bebasnya. Misalnya, mau pasang iklan produk di media massa, kita bisa berkreasi sesuai dengan keinginan kita,” ungkapnya.
Bisnis itu bagaikan bola tenis
Anak dari pasutri Hary Kustoha dan Liong Pie Ha ini menyadari dalam membuka usaha sendiri memang tidak selalu berjalan mulus. Awal-awal pasti jatuh bangun. Tetapi yang penting jangan seperti bak po yang kalau jatuh ke lantai langsung lengket. Jadilah seperti bola tenis yang kalau dilempar ke lantai akan melambung tinggi. Semakin kuat kita melemparnya maka lentingannya juga semakin tinggi. Begitu juga dalam berbisnis. Ketika gagal jangan sampai kita patah semangat tetapi justru semakin bekerja lebih keras lagi untuk mendapatkan keberhasilan yang tinggi. Artinya, kegagalan itu tidak perlu ditakuti. Yang penting belajar dari kegagalan supaya tidak terjadi ulang lagi kegagalan yang sama.
Apapun yang ia miliki dan yang ia lakukan sekarang tidak terlepas dari bekal hidupnya ketika mendapatkan ilmu semasa pendidikan dari SD hingga kuliah di FE Ubaya. Bahkan sampai tamat S2 Bisnis dari Prasetyo Mulyo Jakarta. Lulusan Cum Laude ini mengakui ilmu dan ketrampilan yang memadai ketika kuliah semuanya berguna ketika kita bekerja. Kalau ilmunya itu selalu relevan dan kampus hanya membekali kita. Sedangkan aplikasinya tergantung kemampuan kita dalam melakukan adaptasi diri maupun dalam memodifikasi ilmu yang kita peroleh. Sama seperti orang kalau ikut latihan kungfu semuanya diberikan ketrampilan dasar. Ketika diterapkan hanya yang sesuai dengan kebutuhan. Demikian ilmu, semuanya relevan. Ketika diterapkan kita hanya pilih yang perlu saja dan sungguh-sungguh menjawab kebutuhan di tempat kita berkarya.
Banyak kegiatan di masyarakat
Dalam memajukan Ubaya, mantan aktivis ini mengharapkan supaya Ubaya melakukan transformasi secara besar-besaran kepada masyarakat. Maksudnya apa. Kita tidak boleh arogan. Tantangannya ketika kita kuliah dulu dengan sekarang sangat berbeda jauh dalam menghadapi pesaing Ubaya. Contohnya, dulu tidak ada yang namanya pesaing dari Unv Ciputra, Univ Pelita Harapan, Univ Macung dsbnya. (Ditambah lagi kebijakan PTN dalam memberikan kemudahan penerimaan mahasiswa baru). Karena itu, Ubaya perlu berbenah diri. Banyak melakukan kegiatan di masyarakat seperti mengikuti pameran, memberikan penghargaan atas karya masyarakat, menjalin hubungan dengan masyarakat secara terus menerus. Tidak boleh seperti katak dalam tempurung, eksklusif. Selalu terbuka dengan masyarakat. (Loys)